Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Pelajaran dari Wafatnya Paman Nabi Abu Thalib #02
Jumat, 1 Februari 2019

 

Kali ini masih melanjutkan pelajaran dari wafatnya paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Thalib.

 

Kedelapan: Bagi setiap muslim, ia hanya wajib untuk berjuang sekuat tenaga dalam berdakwah, sementara taufik untuk memperoleh hidayah berada pada kuasa Allah.

Perlu dipahami bahwa hidayah itu ada dua macam:

  1. Hidayah irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada orang lain.
  2. Hidayah taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada Allah.

Hidayah pertama, bisa disematkan pada manusia. Contohnya seperti pada firman Allah,

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52). Memberi petunjuk yang dimaksud di sini adalah memberi petunjuk berupa penjelasan. Ini bisa dilakukan oleh Nabi dan yang lainnya.

Hal yang serupa juga ditemukan dalam surah Yasin pada ayat,

وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 17)

Namun untuk hidayah kedua, yaitu hidayah supaya bisa beramal dan taat tidak dimiliki kecuali hanya Allah saja. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚوَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash:56)

Begitu juga dalam ayat,

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 272) (Lihat bahasan Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1:618 dan Hasyiyah Kitab At-Tauhid, hlm. 141)

Dengan memahami hal ini, maka jadi hiburan bagi setiap da’i ketika ia terkadang melihat segala usaha dakwahnya sia-sia. Oleh karena itu, ketika ia mengingat usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berhasil untuk mengislamkan Abu Thalib sehingga beliau berulang-ulang mengajaknya, tetapi Abu Thalib tidak mau menerima petunjuk dan tidak ditakdirkan untuk beruntung mendapatkan hidayah Islam.

 

Kesembilan: Begitu dahsyatnya siksa neraka. Abu Thalib itu disiksa pada tempat yang paling dangkal di neraka sehingga sampai pada kedua mata kakinya, yang karena panasnya, otaknya pun mendidih. Dan itu adalah siksa neraka yang paling ringan. Karena itu, Allah perintahkan,

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖإِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ, وَلَا تَجْعَلُوا مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ ۖإِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz-Dzariyat: 50-51)

 

Kesepuluh: Abu Thalib mati dalam keadaan kafir. Dan ada aturan, kita  sebagai muslim tidak boleh mendoakan ampunan kepada orang kafir yang telah meninggal dunia sebagaimana disebut dalam ayat,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113)

 

Kesebelas: Kisah ini menunjukkan sahnya taubat atau keislaman seseorang sebelum kematiannya. Karena seandainya tidak sah taubat atau masuk Islamnya, niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh Abu Thalib untuk masuk Islam di saat ajalnya tiba. Namun ini dianggap sah sebelum nyawa dicabut (an-nazaa’), sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚأُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 18)

 

Kedua belas: Seorang muslim punya kewajiban untuk berbuat baik pada kerabat dekat, di antara bentuknya adalah mendakwahi untuk memeluk Islam yang benar. Allah Ta’ala berfirman tentang perintah berbuat baik pada kerabat,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (QS. An-Nisa’: 36)

Juga dalam ayat lainnya disebutkan,

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214)

 

Ketiga belas: Bentuk balas budi terhadap kebaikan Abu Thalib adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memintakan syafa’at untuknya sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban kepada pamannya ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, “Ia berada di tempat yang dangkal (tidak berada di bagian dasar) dari neraka. Seandainya bukan karena aku niscaya ia berada pada tingkatan paling bawah di dalam neraka.” (HR. Bukhari, no. 3883 dan Muslim, no. 209)

 

Keempat belas: Tetap amalan kebaikan orang kafir tidak teranggap. Siksaan yang ringan bagi Abu Thalib di neraka bukanlah karena amal saleh Abu Thalib namun karena syafaat dari Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pahala dan balasan akhirat hanya ditujukan khusus untuk kaum muslimin.” (Lihat Syarh Shahih Muslim, 10:195)

Perkataan Imam Nawawi ini disimpulkan dari hadits yang berasal dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda, “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Ma’bad berkata, “Seorang muslim.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 1552)

 

Baca bahasan “Orang Kafir Memberi Sumbangan pada Masjid”:

Ahok, Hary Tanoe, dan Non Muslim Menyumbang untuk Masjid, Apakah Diterima?

Semoga menjadi pelajaran berharga dari wafatnya Abu Thalib ini. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

  1. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
  2. Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
  3. Hasyiyah Kitab At-Tauhid. Cetakan keenam, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Qasim Al-Hambali An-Najdi.
  4. Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid fi Syarh Kitab At-Tauhid.Cetakan kedua, tahun 1429 H. Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Penerbit Dar Ash-Shami’iy.

Selesai disusun di #darushsholihin, Jumat Sore, 26 Jumadal Ula 1440 H (1 Februari 2019)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/19466-faedah-sirah-nabi-pelajaran-dari-wafatnya-paman-nabi-abu-thalib-02.html